RSS

JIHAD DAN TERORISME DALAM PERSPEKTIF ISLAM DAN BARAT

JIHAD DAN TERORISME DALAM PERSPEKTIF ISLAM DAN BARAT
(Sebuah Upaya Menjernihkan Islam dari Tudingan Agama Kekerasan dan Teroris)
Oleh : Nilna Fauza


A. Pendahuluan
Dewasa ini, kontroversi terorisme terus menggelinding bak bola panas di tengah-tengah masyarakat. Terorisme menjadi salah satu topik pembahasan terpenting yang kerap menjadi obyek pembicaraan di kalangan politisi, akademisi dan bahkan para ahli.
Terorisme selalu identik dengan teror, kekerasan dan kebencian terhadap orang-orang kafir yang tidak didasari ilmu, ekstrimitas dan intimidasi sehingga seringkali menimbulkan konsekuensi negatif bagi banyak orang dan dapat menjatuhkan korban yang banyak. Terorisme sudah menjadi kejahatan yang bersifat internasional yang menimbulkan bahaya terhadap keamanan, perdamaian dunia serta merugikan kesejahteraan masyarakat, celakanya sebagian para pelaku teroris melakukan aksi terornya berkedok agama, yaitu dengan jargonnya sebagai mujahid fi sabilillah. Akhirnya, atas nama jihad, darah, nyawa, kehormatan, harta, dan negeri yang suci serta tidak berdosa menjadi halal. Inilah yang terjadi setelah tragedi 11 September 2001. Sehingga terorisme pada akhirnya selalu dikaitkan dengan jihad. Dalam hal ini, konsep Jihad ini sudah sedemikian dipelintir dan diputarbalikkan sehingga menimbulkan konotasi negatif tentang Islam.
Akibat label agama yang disandang para teroris dalam setiap aksi terornya, membuat Islam dituding oleh kalangan Barat sebagai agama teroris dan agama yang melegalkan kekerasan. Bahkan di Negara-negara barat, berkembang Islamophobia. Berangkat dari fenomena tersebut, dalam makalah ini penulis merasa perlu untuk berjuang ikut andil dalam upaya menjernihkan Islam dari tudingan agama teroris seperti yang dilontarkan sebagian orang Barat, meskipun makalah ini hanyalah setetes air yang berusaha memadamkan api yang menjilati tubuh umat ini.
Penulis menyadari bahwa masalah yang diangkat dalam makalah ini, bukan satu-satunya makalah yang membahas tentang terorisme, masalah terorisme sudah pernah dikaji oleh Dina Nuritasari dengan judul makalah ”Terorisme dalam Perspektif al-Qur’an”, dan pernah juga dikaji oleh Zulfikar dengan judul makalah ”Terorisme dalam Pandangan Syariat”. Tetapi makalah ini berbeda dari kedua makalah tersebut. Dalam makalah ini penulis memaparkan jihad dan terorisme dalam perspektif Islam dan Barat dengan pendekatan sejarah, di mana penulis berusaha menjernihkan Islam dari tudingan agama teroris dengan membedah makna jihad dalam lintas sejarah – pada masa Rasulullah – dan mengkontekstualisasikan jihad masa kini yang jauh dari kesan tindakan terorisme dan kekerasan, dan hal tersebut tidak penulis temukan di dalam kedua makalah tersebut.

B. Gambaran Umum Terorisme
1. Arti leksikal terorisme
Dalam Bahasa Arab, terorisme dikenal dengan istilah Al-Irhab yang berarti (menimbulkan) rasa takut. Irhabi (teroris) artinya orang yang membuat orang lain ketakutan, orang yang menakut-nakuti orang lain.
Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, terorisme adalah puncak aksi kekerasan, terrorism is the apex of violence. Dalam pengertian lain, terorisme adalah Penggunaan kekerasan untuk menimbulkan ketakutan, dalam usaha mencapai suatu tujuan (terutama tujuan politik). Sedangkan teroris adalah orang yang menggunakan kekerasan untuk menimbulkan rasa takut (biasanya untuk tujuan politik), adapun teror adalah perbuatan sewenang-wenang, kejam, bengis, dalam usaha menciptakan ketakutan, kengerian oleh seseorang atau golongan.
2. Arti terminologi terorisme
Sebagian ahli berpendapat bahwa terorisme bukanlah sebuah ideologi, akan tetapi ia adalah satu aktifitas dan tindakan. Dengan artian, terorisme adalah sebuah praktik dimana berbagai komunitas dari beragam kelompok dan organisasi -baik secara berkesinanbungan maupun sementara- terlibat di dalamnya. Terkadang aksi ini terjadi untuk sementara waktu dan terkadang berkelanjutan dan dengan model dan modus yang berbeda-beda. Berdasarkan definisi ini, terorisme adalah tindakan kekerasan yang berbau politik .
a. Terorisme ialah sebuah praktik dan tindakan individual atau kelompok yang dengan jalan menciptakan ketakutan dan mengunakan kekerasan berupaya untuk mencapai tujuan-tujuan politik mereka. Demikian pula tindakan-tindakan kekerasan dan ilegal pemerintahan yang bertujuan melumpuhkan atau menekan lawan-lawannya, juga termaksud tindakan teroris yang biasa disebut dengan ‘Teroris Negara”.
Dari fenomena di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian dan definisi ‘terorisme’ ialah, tindakan menciptakan rasa takut dan panik dengan cara yang ilegal dan tidak dapat diprediksi (tak terduga) dengan tujuan mempengaruhi kekuasaan politik. Tentunya definisi ini belum dapat menjadi barometer yang mampu memilah dan mengindetifikasi secara pasti aksi terorisme antara aksi terorganisir yang ada. Perkara inilah yang hingga saat ini menjadi problema dalam permasalahan terorisme.
Berdasarkan definisi ini elemen-elemen utama dalam aksi terorisme ialah:
a. Menciptakan rasa takut dan panik.
b. Tidak dapat diprediksi.
c. Ilegal.
d. Memiliki tujuan politik
Berbeda dengan pandangan Imam Samudera – salah satu orang yang merupakan pelaku aksi terror - yang mengartikan terorisme sebagai (irhab), menggetarkan musuh. Untuk itu mereka mengartikan terorisme menjadi bagian dari jihad fi sabilillah, menuju ridho Allah SWT. Tidak mengagetkan manakala sebagian para pelaku teroris di Indonesia menganggap dirinya sebagai mujahid fi sabilillah.

C. Tempat Tumbuhnya Terorisme
Terorisme berawal dari radikalisme beragama dan seringkali tumbuh subur dan berkembang dalam tiga lingkungan: Pertama, lingkungan di mana kesempatan untuk menikmati demokrasi sangat terbatas. Kedua, lingkungan di mana keadilan sosial tidak terwujud, dan kesenjangan antara yang kuat, pemilik modal, dan kaya dengan kaum lemah dan miskin sangat lebar, konsisi tersebut diperparah dengan subordinansi yang harus mereka terima dalam mendapatkan hak-haknya secara sah. Ketiga, lingkungan tanpa supremasi hukum dan banyak pelanggaran atas hak-hak dasar individu dalam kasus-kasus berkaitan tuduhan dan vonis yang disertai tindakan represif dan penyiksaan, sehingga melahirkan keinginan untuk memberontak dari hukum dan masyarakat secara keseluruhan.

D. Jihad dan Terorisme dalam Perspektif Barat
Kalangan barat menganggap bahwa Islam adalah agama yang disebarkan dengan kekerasan. Tradisi martir yang didengungkan dalam ajaran Islam adalah tradisi militer, muslim hanya mengenal dan membanggakan kalangan martir yang meninggal dalam peperangan. Perselisihan yang melibatkan masyarakat muslim dengan muslim maupun muslim dengan kekuatan non muslim mesti menggunakan Jihad sebagai bahasa yang paling mudah untuk menarik dukungan, kerusuhan sosial dalam lingkup apapun selalu menggunakan bahasa Jihad.
Tuduhan sepihak yang diberikan kalangan non muslim sudah tentu tidak dapat dianggap remeh. Kalangan barat misalnya sejak awal memberikan dua bukti pendukung stigma buruk pada masyarakat Muslim yaitu kerangka teologis dan praktek empiris. Kerangka teologis Islam mengakomodasi jihad sebagai bentuk perang yang sah adalah bukti konkrit stereotype yang menganggap Islam sebagai agama yang melegalkan kekerasan. Stigma ini berpengaruh pada anggapan bahwa doktrin perang yang terdapat dalam ajaran agama memicu orang Islam suka berkelahi dan haus darah. Pada sisi yang lain, sebagian fakta historis yang terdapat dalam historisitas perang Islam dipahami sebagai pola kebijakan aneksasi yang diambil Islam untuk memperluas teritorial kekuasaan sekaligus metode yang dipakai guna menyebarkan pengaruh keagamaan.
Beberapa anggapan barat yang memandang agama Islam sebagai agama konflik dipengaruhi oleh pemahaman mereka terhadap konsepsi dasar konflik sosial. Masyarakat barat menganggap konflik sosial berskala besar biasanya dibedakan dalam perang suci (jihad) dan perang sipil. Perang sipil diartikan perang yang terjadi dikalangan sipil tanpa menggunakan label agama sebagai justifikasi perang, sedangkan perang suci adalah perang yang menggunakan semangat agama, perang ini juga biasa diterjemahkan dengan perang demi keadilan.
Sekalipun demikian, konstruksi perang suci tidak hanya dikenal dalam historitas dogma perang barat. Perang suci dikenal dalam banyak peradaban manusia karena abstraknya ide yang diangkat, ide dasar Perang suci barat diperoleh dari proses percampuran pemikiran Greco-Romawi dan praktik medieval christendom. Pada masa itu, perang suci diterjemahkan dalam perang untuk menegakkan standar keadilan yang disandarkan pada agama sepenuhnya. Adapun anggapan term perang suci memiliki kesamaan makna dengan jihad dalam tradisi Islam lebih disebabkan oleh semangat yang terdapat dalam perang Islam didasari oleh doktrin-doktrin keagamaan. Sehingga kalangan Barat mendefinisikan ajaran jihad dalam Islam sebagai perang suci (holy war).
Selain pengaruh doktrin teologis, kalangan barat juga meneguhkan asumsi mereka dengan menggunakan fakta-fakta historis yang menyebutkan terdapat 74 pertempuran besar maupun kecil terjadi pada masa Nabi. Perang tersebut terjadi pada skala kecil patroli rutin yang melibatkan beberapa glintir manusia hingga perang besar yang melibatkan puluhan ribu manusia. Kedekatan rentang waktu perang yang dihadapi muslim awal dan pesatnya angka statistik pemeluk Islam pasca penaklukan menyebakan kalangan barat menganggap proses penyebaran Islam menggunakan kekerasan dengan selalu mengusung konsep jihad.
Tuduhan di atas sudah tentu tidak benar, perang suci (jihad) bukan metode yang ditempuh Islam untuk menyebarkan agama. Islam tidak membenarkan nilai agama disebarkan dengan kekerasan. Penyebaran agama hanya boleh dilakukan dengan keteladanan perilaku, pesan-pesan yang sopan dan terciptanya keadaan yang damai, segala bentuk perbedaan doktrin teologis dalam kehidupan harus disikapi dengan damai. Hal ini akan penulis bahas dalam poin terorisme dalam perspektif Islam (membedah makna jihad) pada sub-poin konsep jihad pada masa Rasulullah.
Adapun terorisme yang dikenal kalangan Barat sebenarnya merupakan kata yang berasal dari literatur barat, oleh karenanya dalam kamus-kamus kuno dunia Islam, kita tidak menemukan kata-kata semacam ini. Namun sebagian ahli bahasa kontemporer mencantumkan istilah ini dalam kamus bahasanya, salah satunya adalah Dehkhoda yang dalam kamusnya saat mengartikan kata ‘teror’ ia menulis, “Teror berasal dari kata “TIerreur” yang berartikan pembunuhan bermotif politik dengan menggunakan senjata, dimana hal ini telah umum digunakan dalam bahasa Persia, dan ahli bahasa Arab kontemporer mengunakan kata-kata ‘ihraq’ (pertumpahan darah) sebagai ganti dari kata teror. Kata-kata ini (Teror) dalam bahasa Perancis berartikan kepanikan atau ketakutan, dan teror menjadi prinsip pemerintah revolusioner yang berkuasa di Perancis setelah jatuhnya kekuasaan Gironde (sejak 31 Mei 1973 hingga 1974) yang banyak menjatuhkan eksekusi dengan alasan politik.”
Terorisme ialah aksi yang terorganisir yang penuh dengan kekerasan yang biasa melakukan penyerangan secara tiba-tiba terhadap individu-individu, komunitas tertentu atau bahkan Negara. Dalam hal ini pandangan Barat akan teroris mengarah pada identitas-identitas muslim yang disandang para teroris serta jargo-jargon yang dipakai teroris.

E. Terorisme dalam Perspektif Islam (Membedah Makna Jihad)
Bicara jihad sepertinya tak akan pernah kering untuk di diskusikan, terlebih bila dikaitkan dengan pergumulan cara pandang di kalangan muslim sendiri maupun di luar muslim dalam memahami substansi ajaran Islam. Namun setidaknya di sini penulis akan memberikan gambaran umum mengenai konsep jihad dalam fiqh Islam.
Dari segi etimologi menurut Sayyid Sabiq, ‘jihad’ berasal dari kata ‘juhd’, artinya upaya, usaha, kerja keras dan perjuangan. Dari segi terminologi jihad adalah usaha dengan segala daya upaya untuk mencapai kebaikan ; dalam makna sempit jihad juga berarti usaha sungguh-sungguh membela agama Allah, Islam dengan mengorbankan harta benda, jiwa, dan raga, mencakup perang suci melawan orang kafir untuk mempertahankan agama Islam. Sedangkan dalam arti luas, jihad adalah segala usaha yang memerlukan pencurahan tenaga dalam rangka memperoleh ridla Allah, baik berbentuk ibadah khusus yang bersifat individual, maupun ibadah umum yang bersifat kolektif. Menurut Abu al-‘A’la al-Mawdudi jihad–kata benda dari jahada- sebagai sesuatu yang bersifat sungguh-sungguh dalam menegakkan suatu nilai kewajiban moralitas kemanusiaan.
Jihad dapat dilakukan dengan perkataan maupun perbuatan, baik melalui lisan, tulisan kekuatan fisik, maupun harta benda dengan tujuan menumpas fitnah agar manusia mengabdi kepada Allah, menghilangkan kekerasan, menundukkan dunia kepada kebenaran dan menciptakan keadilan. Tujuannya mewujudkan ideal-ideal Islam dalam al-Qur’an dan Sunnah Nabi SWT. Dimensi lahiriyahnya perjuangan melawan kejahatan dan mendukung kebenaran, sedangkan dimensi bathiniyahnya disiplin diri mengikuti ajaran Islam.
Namun sangat disesalkan, pada akhirnya perbincangan mengenai jihad kemudian dimanipulasi dan didistorsi oleh beberapa kelompok, karena gagal memahami atau bahkan melupakan sama sekali konteks sejarah.
a. Konsep Jihad Menurut Para Teroris
Para teroris memahami makna jihad sebagai berperang dengan angkat senjata secara ofensif, persis seperti yang tertulis dalam Al-Quran dan Hadis. Pemahaman sempit, atomistik dan partikularistik ini pada akhirnya mengantarkan mereka kepada pemahaman siapapun yang dianggap musuh, terutama orang-orang yang tak seagama dengan mereka dihukumi kafir, harus dibunuh. Akibatnya, banyak terjadi aksi pembunuhan, perampokan, dan pemboman. Dalam benak para aktifis muslim, jihad lebih dipahami dalam kerangka balas dendam karena kafir (Amerika dan para kroninya) telah memerangi muslim tanpa batas, maka muslim wajib membalasnya dengan memerangi kafir secara tanpa batas pula. Menurutnya, dalam ketentuan syari’ah, jihad berarti berperang melawan kaum kafir yang memerangi Islam dan kaum muslimin. Konsep inilah yang ia sebut dengan jihad fi sabilillah.
Dalam hal ini, mereka telah menyelewengkan makna jihad yang sesungguhnya, karena ulama’ – ulama mujahid pimpinan teroris yang terjun langsung di medan perang - yang hadir masa ini tidak lagi melihat konteks permasalahan dalam mengaplikasikan ajaran yang sudah diwariskan ulama’ terdahulu itu. hingga saat ini banyak orang berjihad dengan aksi anarkis terorisme, tanpa pandang bulu. Sehingga hal lni memberikan kesan pada dunia akan kegarangan Islam.
b. Konsep Jihad pada Masa Rasulullah
Dalam poin ini penulis akan membantah tuduhan kalangan Barat yang memposisikan Islam sebagai agama kekerasan dan agama teroris.
Al-Qur’an mencanangkan jihad dalam arti perjuangan dakwah sejak periode awal Islam d Makkah. Sedangkan Nabi Muhammad mengintroduksi jihad dalam pengertian yang lebih luas meliputi perjanjian Islam, Piagam Madinah yang dibuat setelah beliau hijrah ke kota Madinah, yang mengatur kehidupan sosial politik kaum Muslim dan non-Muslim, yang menerima Nabi SAW sebagai pemimpin. Jihad Nabi secara garis besar terbagi menjadi dua periode, yakni periode makkah dan periode Madinah. Jihad periode pertama meliputi rentang waktu 13 tahun selama belau tinggal di Makah, sedangkan periode berlangsung 10 tahun selama beliau tinggal di Madinah.
a) Jihad Periode Makkah
Dalam periode ini jihad dengan mengangkat senjata tidak disyari`atkan, yang diperintahkan pada periode ini adalah jihad dengan menggunakan hujjah dan argumen yang bersumber dari Al qur`an dalam menyampaikan risalah Islam kepada manusia pada umumnya dan khususnya masyarakat Quraisy.
Selama lebih dari satu dekade di Mekkah Rasulullah SAW diperintahkan untuk menghindari konfrontasi dengan kaum pagan. Beliau disuruh bersabar dan memaafkan mereka yang tidak henti-hentinya melakukan intimidasi dan terror.
Teroris-teroris semacam Abu Jahal ibn Hisyam dan Abu Lahab tidak hanya menolak, tapi juga merintangi dan berusaha melumpuhkan dakwah Islam, seringkali bahkan dengan kekerasan dan penyiksaan (torture). Namun Allah berfirman, fa-shfah ‘anhum wa qul salam, maafkan mereka dan katakanlah salam perdamaian! (QS al-Zukhruf: 89). Beritahukan kaum beriman, hendaklah mereka mengampuni orang-orang yang tidak mengharapkan hari-hari Allah (QS al-Jatsiyah: 14).
Kaum Muslim pada masa itu juga dilarang membalas kekerasan dengan kekerasan. Mereka dipuji karena mampu bersabar dan membalas kejahatan dengan kebaikan, wa yadra’una bi l-hasanati s-sayyi’ah (QS 13:22)
Penindasan, kezaliman dan teror kaum kafir Quraisy terhadap komunitas Muslim mencapai klimaksnya ketika Rasulullah SAW dan para pengikutnya mulai dipersekusi. Saat itu di Mekkah hampir tidak ada lagi ruang yang tersisa untuk kaum Muslim menghirup kebebasan beragama.
Sejumlah petinggi-petinggi Quraisy telah berkonspirasi untuk ‘menghabisi’ Nabi Muhammad SAW, once and for all. Hanya ada dua pilihan bagi kaum Muslim pada waktu itu: bertahan di Mekkah tetapi keluar dari Islam, atau pun bertahan dalam Islam tetapi keluar dari Mekkah. Dan mereka memilih yang kedua: hijrah ke Madinah.
b) Jihad Periode Madinah
Perintah jihad dalam arti qital baru turun di Madinah, tahun ke-2 Hijriah, atau kurang lebih 14 tahun setelah beliau berdakwah, mengajak orang kepada Islam, memperkenalkan dan mengajarkannya baik secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan. Perang yang terjadi pada masa awal Islam tidak dilatar belakangi faktor agama, perang yang terjadi pada masa Muhammad lebih disebabkan faktor politis yaitu perlawanan Islam terhadap radikalisme politik Quraisy dan pengingkaran Yahudi terhadap perjanjian damai diantara suku di Madinah.
Di Madinah, Rasulullah SAW melakukan penataan ke dalam dan perluasan sayap dakwah Islam ke luar. Beliau mendirikan masjid, memimpin shalat jum’at, mempersaudarakan antara kaum Muhajirin dan Anshar, melakukan diplomasi, negosiasi dan ekspedisi dakwah, baik dengan komunitas lokal (seperti kaum Yahudi dengan membuat Perjanjian Madinah), maupun dengan komunitas internasional (dengan para kepala negara di sekelilingnya). Kemudian turun pula perintah adzan, menyeru orang untuk shalat berjama'ah, dan perintah berpuasa di bulan Ramadhan. Dan tidak lama kemudian turunlah perintah berjihad (QS 22:39-41; 2:190-193 dan 2:216-218).
Dalam ayat-ayat tersebut di atas dijelaskan mengapa dan untuk apa jihad dilakukan. Yaitu, apabila orang Islam diperangi, dizalimi, dihalau dari kampung halamannya sendiri, semata-mata karena agama yang diyakininya itu.
Oleh karena itu, tujuan jihad jelas, untuk mempertahankan diri dan menangkis serangan lawan, menegakkan agama Allah, melepaskan Umat Islam dari belenggu penindasan, menjamin dan melindungi hak-hak mereka, mengakhiri kezaliman dan permusuhan, demi terciptanya kedamaian dan keadilan (QS 4:75).
Islam juga membatasi dengan ketat alasan yang membolehkan terjadinya jihad untuk berperang. Ajaran perang Islam membolehkan terjadinya peperangan apabila telah ada pihak yang memerangi agama Islam, mengkhianati perjanjian damai, membela diri terhadap serangan, dan mengingkari kewajiban publik keagamaan.
Adapun jihad dalam arti perang hanya terjadi ketika kalangan muslim menerima perlakuan perang terlebih dahulu. Perang dalam ajaran Islam adalah solusi alternatif maksimal bukan solusi alternatif minimal dan perang harus menjamin terselesainya masalah yang dihadapi bukan menambah kacau masalah. Ketika perang tidak penting dijalankan, perang merupakan solusi terlarang. Apabila perang tidak penting dilaksanakan, maka perang tidak boleh dilakukan.
Sudah barang tentu, jihad memerlukan kalkulasi yang cermat dan persiapan yang matang (QS 8:60), koordinasi yang mantap serta strategi yang tepat dan jitu (QS 61:4 dan 3:200). Berjihad tidak boleh sembrono atau asal-asalan, tidak boleh membabi-buta dan mengikuti hawa nafsu belaka.
Pernah suatu mengirim para pengikut beliau ke suatu perang defensive, Rasulullah s.a.w selalu mengingatkan mereka bahwa meski mereka terpaksa harus mengangkat senjata untuk membela diri, mereka tidak boleh melupakan bahwa mereka adalah duta-duta Islam. Beliau memberikan pesan seperti:
“Tidak boleh membunuh wanita, anak-anak atau pemuka agama,
Siapa pun yang tidak ikut berperang, tidak boleh dibunuh atau pun dicederai dengan cara apapun. Tempat-tempat ibadah tidak boleh dihancurkan atau dinodai. Jembatan yang bermanfaat bagi orang tidak boleh dihancurkan. Pohon yang memberi buah atau keteduhatn tidak boleh ditebang.

Dilihat dari pesan Nabi kepada sahabat tersebut nampak begitu jelas, bahwa meskipun dalam kondisi berperang tetapi nilai-nilai humanis, dan keramahan Islam tetap harus dipegang. Hal ini sangat jauh dengan pemaknaan jihad, peperangan, arogansi dan tindakan anarkis para teroris dengan semangat jihadnya yang salah kaprah.
Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan, bahwa jihad Nabi SAW pada hakikatnya adalah dakwah untuk menyebarluaskan ajaran Allah kepada sesama manusia tanpa kekerasan dan tanpa pemaksaan. Adapun perang yang mewarnai dakwah Nabi adalah untuk menghentikan gangguan dan serangan musuh terhadap dakwah tersebut.
c) Aktualisasi Jihad Masa Kini di Indonesia
Islam sebagai agama yang sejuk dan toleran memaknai jihad masa kini menjadi niscaya dalam berbagai bentuk secara terorganisir dengan baik dan bertanggung jawab dengan melibatkan segala potensi bangsa tanpa membedakan latar belakang suku, agama, ras, dan antargolongan dengan mengintegrasikan misi perjuangan Islam ke dalam perjuangan bangsa Indonesia. Karena sesungguhnya aspirasi umat Islam sama dan sebangun dengan aspirasi bangsa.
Jihad masa kini sekurang-kurangnya melanjutkan agenda reformasi dalam berbagai bidang kehidupan. Baik jihad di bidang sosial budaya, ekonomi, politik maupun hukum.
Jihad dalam masa sekarang tidak harus dipahami sebagai berjuang di jalan Allah dengan mengangkat senjata dalam artian berperang. Jihad akan tampak lebih cantik dan ramah di mata dunia bila ditampilkan dengan keluwesan dan keramahan. Berjihad memang diperlukan, tetapi saat ini memaknai jihad harus disesuaikan konteks, peran, dan fungsi. Jika anda sebagai mahasiswa, maka jihad anda bisa dalam bentuk berkarya melalui bidang yang and geluti. Jika anda seorang dosen atau guru, maka jihad anda bisa berbentuk upaya memaksimalisasi pencerdasan anak didik untuk menciptakan generasi unggul untuk meninggikan peradaban Islam. Jika anda seorang ibu, maka jihad anda adalah upaya maksimalisasi mengasuh, mendidik, dan sekaligus mencerdaskan anak mulai dari ia dalam kandungan, buaian hingga menjadi sosok pribadi yang siap meninggikan kalimat Allah di muka bumi ini. Wallahu a’lam bi al-showab.

F. Kesimpulan
Islam merupakan agama rahmatal lil ‘alamiin yang memiliki ajaran-ajaran yang sangat ramah, humanis dan damai. Belakangan ini Islam dituding sebagai agama teroris penebar kekerasan. Hal ini dikarenakan pandangan sekelompok orang yang mendeklarasikan dirinya sebagai mujahid fi sabilillah dengan aksi-aksi anarkis dan arogannya.
Apabila kembali menengok ke sejarah Islam, khususnya pada masa Rasulullah, akan terlihat betapa Islam sebagai agama baru yang muncul di tengah-tengah budaya jahiliyah mampu menunjukkan keramahan dan kedamaian. Penggunaan kata jihad yang disalahartikan oleh kelompok teroris sungguh amat berbeda dengan konsep jihad pada masa Rasulullah SAW. Jihad Nabi SAW pada hakikatnya adalah dakwah untuk menyebarluaskan ajaran Allah kepada sesama manusia tanpa kekerasan. Adapun perang yang mewarnai dakwah Nabi adalah untuk menghentikan gangguan dan serangan musuh terhadap dakwah tersebut. Perang dalam ajaran Islam adalah solusi alternatif maksimal bukan solusi alternatif minimal dan perang harus menjamin terselesainya masalah yang dihadapi bukan menambah kacau masalah. Ketika perang tidak penting dijalankan, perang merupakan solusi terlarang. Apabila perang tidak penting dilaksanakan, maka perang tidak boleh dilakukan.
Jihad dalam masa sekarang tidak harus dipahami sebagai berjuang di jalan Allah dengan mengangkat senjata dalam artian berperang. Jihad akan tampak lebih cantik dan ramah di mata dunia bila ditampilkan dengan keluwesan dan keramahan. Berjihad memang diperlukan, tetapi saat ini memaknai jihad harus disesuaikan konteks, peran, dan fungsi. Sehingga orang tidak akan salah dalam menilai Islam.
Sekarang semoga sudah bisa lebih dimengerti bagaimana ajaran Islam sebenarnya berusaha untuk mengembangkan kedamaian dan toleransi. Ajaran luhur Islam berkaitan dengan konsep Jihad di masa kini telah terdistorsi secara total.
Islam adalah agama kedamaian sehingga mempertautkan agama ini dengan laku pertumpahan darah, terorisme, bom bunuh diri atau tindak kekerasan lainnya adalah suatu hal yang salah dan keliru sama sekali. Islam membawa pesan damai bagi seluruh umat manusia. Panji-panji Islam yang ditegakkan tinggi adalah panji kedamaian. Semoga bermanfaat, Wallahu a’lam bi al-showab.

BIBLOGRAFI

Azra, Ayzumardi, Pergolakan Politik Islam: dari Fundamentalism, Modernism Hingga Post Modernism, Jakarta: Paramadina, 1996.
Ba’abduh, Luqman bin Muhammad, Sebuah Tinjauan Syari’at: Mereka adalah Teroris, Malang: Pustaka Qaulan Sadida, 2005
Bosworth, Edmund, “Armies of the Prophet” dalam Bernard lewis, ed.The world of Islam:Faith, People and Culture, London:Thames and Hudson, 1997
Esposito, Jhon L., Ancaman Islam:Mitos atau Realitas, ter, Alwiyyah Abdurrahman dan Missi, Bandung:Mizan, 1995.
Firestone, Firestone Reuven, Jihad the Origin of Holy War in Islam, Oxford: Oxford University Press, 1999.
Goddard, Hugh, Menepis Standard Ganda:Membangun Saling Pengertian Muslim Kristen, ter.Ali Noer Zaman Jakarta:Qalam, 2000
Jhonson, James Turner, Perang Suci Atas Nama Tuhan, ter.Ilyas Hasan dan Rahmani Astuti, (Jogjakarta: Pustaka Hidayah, 2002.
Katsir, Ibn, as-Sirah an-Nabawiyyah, ed. Mushthafa Abdul Wahid, Beirut, Dar al-Fikr, 1978
Mawdudi, al- Abu al-‘A’la -, Shariat al-Islam, Beirut: Dar al-Fikr, 1989.
Muhammad Chirzin, Kontroversi Jihad di Indonesia: Modernis vs Fundamentalis, Yogyakarta: Pilar Media, 2006
Plano, Jack C. & Roy Olton, The International Relations Dictionary USA: Longman, 1988
Sa’ad, Ibn., al-Tabaqat al-Kubra, Vol.II. Beirut : Dar al-Kutb al-Ilmiyyah, 1990.
Sabiq, Sayyid, Fiqh al-Sunnah, (Beirut: Mu’assasat ar-Risalah, 2002
Samudera, Imam, Aku Melawan Teroris, Solo: Jazera, 2004
Zadeh, Hasan Ali, Farhang-e Khos Ulum-e Siyosi.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS