RSS

AL-AZHAR DALAM LINTAS SEJARAH

AL-AZHAR DALAM LINTAS SEJARAH
Oleh: Muh. Zuhal Ma’ruf

Pendahuluan
Mesir sebagai negara tempat Al-Azhar berada adalah sebuah negeri yang selalu mengambil peranan penting dalam sejarah peradaban manusia. Di Mesir banyak rasul pernah menetap atau sekedar berkunjung, diantaranya Nabi Idris hidup di Mesir, Nabi Ibrahim pernah mengunjungi Mesir, Nabi Yusuf pernah tinggal, mengajar dan memerintah di Mesir bahkan Nabi Musa melewatkan seluruh hidupnya juga di Mesir.
Mesir pula Negara yang beberapa kali namanya disebut di dalam Al – Qur’an. Muhammad Isa Dawud menghimpun beberapa pendapat ulama tentang keistimewaan Mesir dalam Al – Qur’an :
Jalal ad-Din as-Suyuthi meriwayatkan hadis dari Ibn Zawlaq bahwa Mesir disebutkan dalam Al-Qur’an pada dua puluh delapan tempat. Ia berkata, “ Bahkan Mesir disebutkan pada lebih dari tiga puluh tempat secara eksplisit dan kiasan.” Dinukil dari Al-Kindi yang memberikan komentar atas beberapa ayatnya, ia berkata, “Tidak diketahui suatu negeri di penjuru bumi yang dipuji Allah dalam Al-Qur’an dengan pujian seperti ini, tidak disifati dengan sifat seperti ini dan tidak dipersaksikan dengan kemuliaan selain Mesir.”(Dawud, 1996 :117)

Mesir mencatatkan diri sebagai kawasan penting dalam sejarah peradaban manusia. Diantaranya sebagai pusat peradaban lampau sebelum Yunani. Piramid dan Spinx yang dapat kita saksikan saat ini menggambarkan prestasi masyarakat Mesir masa lalu. Gambaran Mesir ketika ditaklukkan umat Islam dapat dilihat dari surat Amru bin Ash sebagai panglima prajurit muslim kepada khalifah umar bin Khattab :
“ Mesir adalah tanah kering dan subur, dikelilingi gunung dan padang pasir. Di tengah - tangahnya terbentang Sungai Nil yang membawa berkah setiap saat. Sungai itu mengalir dengan airnya yang kadang – kadang banyak dan kadang – kadang berkurang, bagaikan peredaran matahari dan bulan, memiliki masa makmur dan banyak yang mengambil berkahnya. Sumber air bumi melanggengkan alirannya sehingga, jika ombaknya membesar, air meluap ke kedua tepinya. Tidak mungkin menyeberanginya dari suatu kampung ke kampung lain tanpa menumpang perahu kecil dan sampan. Jika airnya melimpah, kembali seperti keadaan alirannya semula, dan meluap, maka orang – orang membajak tanah dan menanam benih. Ketika tumbuh tunas, embun memberinya minum dan tanah lembab memberinya makan. Di samping itu, wahai Amir al – Mu’minin, Mesir adalah mutiara, zamrud, sutera, dan minyak ambar. Mahasuci Allah yang melakukan apa yang dikehendaki-Nya.”( Dawud 1996 : 120 - 121)

Dalam sejarah Islam peran penguasa Mesir dalam menyelamatkan Islam terjadi pada keberhasilan Shalahuddin Al-Ayyubi mengalahkan pasukan Salib dan keberhasilan Al-Malik Az-Zahir mengalahkan pasukan Tar – tar dalam perang Ain Jalut. (tahun 1260 M)

Perintisan
Nama Al-Azhar mengacu pada nama Fatimah al-Zahra, putri Rasulullah, istri Ali ibunda Imam Hasan dan Husein, deretan sosok yang diagungkan dalam tradisi muslim Syi’ah. Bani Fatimiyah yang merupakan perintis Al-Azhar memang suatu dinasti yang mengibarkan bendera idiologi Syi’ah. Ubaidillah al-Mahdi sebagai pendiri utama Bani Fatimiyah bahkan mengklaim diri sebagai keturunan langsung ahli bait melalui jalur Ismail putra Ja’far Shodiq. Sebuah klaim yang banyak diperdebatkan oleh para pakar. Sejarawan yang mendukung keabsahan silsilahnya adalah Ibn al-Atsir, Ibn Khaldun dan al-Maqrizi, sedangkan kalangan yang menyangkal adalah Ibn Khallikan, Ibn al-Idzari, al-Suyuthi dan Ibn Taghri-Birdi (Hitti, 2006 : 788). Sebagian orang yang memusuhinya melangkah lebih jauh dengan mengatakan bahwa ia adalah anak seorang Yahudi. (Hitti, 2006 : 788)
Al- Jami’ Al-Azhar didirikan oleh panglima perang Jauhar al-Katib as-Siqilli pada tahun 972 M. Proyek ini berkaitan dengan pendirian kota Al-Qohirah (Cairo = kota kemenangan) oleh as-Siqilli (tahun 969 M) sebagai ibu kota khilafah bani Fatimiyah di Mesir (tahun 973 M), khalifah al-Muiz lidinillah (khalifah keempat) akhirnya berpindah dari Tunisia ke Mesir.
Perkembangan menjadi universitas Islam terjadi dimasa khalifah Al-Aziz ( tahun 988 M) berkat usaha Wazir Ya’qub bin Kils. Di Al-Azhar diajarkan ilmu-ilmu agama yang meliputi : Tafsir, Qira’at, Hadits, Fiqh, al-Kalam, Nahwu Sharaf, Lughoh, al-Bayan, al-Adab dan ilmu-ilmu ‘aqliyah yang meliputi: Filsafat, Ilmu Ukur, Falak dan Ilmu Nujum, Musik, Kedokteran, Sihir, Kimia, Ilmu Pasti, Sejarah dan Ilmu Bumi (Yunus, 1992 : 175). Di sekelilingnya didirikan gedung untuk fuqoha, serta disediakan fasilitas gratis bagi para pelajar yang meliputi pakaian, makanan maupun tempat tinggal. Fiqh yang diajarkan tentu saja fiqh dalam madzhab syi’ah, madzhab lain dilarang. Seorang laki-laki yang menyimpan kitab Al – Muwatta’ karya Imam Malik di hukum penjara pada tahun 991 M. (Yunus, 1992 : 175)

Tutup seabad
Mayoritas masyarakat Mesir yang sunni menyebabkan dinasti Bani Fatimiyah yang syi’ah tidak bisa mengakar kuat. Ditengah intrik-intrik politik berbagai kepentingan dan ancaman pasukan salib. Shalahuddin al-Ayyubi datang menyelamatkan Mesir pada tahun1167 M. Ia memiliki dua ambisi besar dalam hidupnya yaitu menggantikan Islam Syi’ah di Mesir dengan Sunni, serta memerangi orang Franka dalam perang suci. (Hitti, 2006 : 824 ). Kedudukan Shalahuddin semakin mantap karena didukung masyarakat yang mayoritas sunni. Pada tahun 1171 M tamatlah riwayat bani Fatimiyah dan Mesir kembali dalam naungan Bani Abasiyah di Baghdad. Nasib Al – Azhar sama dengan nasib Bani Fatimiyah, Mahmud Yunus menyatakan :
“ Setelah fatimiyah jatuh (tahun 567 H. = 1171 M.) dan digantikan oleh Ayubiyin, maka Al-Azhar menjadi sunyi senyap. Shalahuddin memerintahkan, supaya semua bekas peninggalan fatimiyah syi’ah dihapuskan dan dilenyapkan, bahkan sembahyang jum’atpun dilarang dalam Al-Azhar, apalagi mengajarkan madzhab Syi’ah dan ilmu filsafat. Lebih kurang seabad lamanya Al-Azhar sunyi senyap, tidak diizinkan mendidikan sembahyang jum’at. Sedangkan tempat pendidikan dan pengajaran dipindahkan ke madrasah-madrasah shalahiyah”. (Yunus, 1992: 175-176)

Kembali di buka dan berjaya
Tokoh penting yang berjasa membuka kembali Al-Azhar bagi aktifitas peribadatan maupun ilmiah adalah penguasa Mamluk Sultan al-Malik al-Zhahir Baibars pada tahun 1266 M. pahlawan besar muslim yang berhasil menumpas kekuatan mongol pada perang Ain Jalut (tahun 1260 M) ini memerintahkan agar shalat jum’at kembali didirikan di Al-Azhar, begitu pula pendidikan dan pengajaran sebagaimana di zaman Bani Fatimiyah dahulu. Hanya saja ilmu fiqh yang diajarkan mula-mula fiqh madzhab Syafi’i baru kemudian madzhab-madzhab yang lain. Sedangkan ilmu-ilmu aqliyah meski juga diajarkan tetapi kurang menarik minat sehingga hanya diikuti oleh sedikit pelajar.
Al-Azhar semakin semarak setelah Baghdad sebagai ibu kota khilafah bani Abasiyah dihancurkan Holaqo Khan pada tahun 1528 M. Pendirian kembali khilafah Abasiyah di Mesir oleh Baibars yaitu Khalifah Al-Mustanshir pada tahun 1261 M menjadikan Mesir pusat alam Islami yang ramai dikunjungi para ulama dan pelajar dari segala penjuru. Menurut orientalis, masa itu adalah masa keemasan dalam sejarah Mesir. (Yunus, 1992 : 173)
Mahmud Yunus mendata para ulama yang merupakan jebolan al-Azhar masa itu sebagai berikut :
1. ‘Izzudin bin Abdussalam (Mesir)
2. Imam As-Subki dan anak-anaknya (Mesir)
3. As-Syihab Al-Qarafy (Mesir)
4. Ibnu Hisyam (Mesir)
5. As-Siraj Al-Balaqainy (Mesir)
6. Jalaluddin As Suyuthy (Mesir)
7. Ibrahim bin Isa (Andalus)
8. Izzuddin Umar (Quds)
9. Imam Al-Ashbahany (Ashbahan)
10. Ibnul Haj Muhammad Al-‘Abdary (Fas)
11. Abu Hayan Muhammad bin Yusuf (Ghirnathah)
12. Tajuddin At-Tibrizy (Tibriz)
13. Al-Hafiz Al-‘Iraqy (Irak)
14. Al-Hafiz Ibnu Hajar Al-‘Asqalany (Asqalan)
15. Muhammad bin Muhammad Al-Baghdady (Baghdad)
16. Syaikh Al-Islam Zakaria Al-Anshary (Mesir)
17. Qasim bin Muhammad At-Tunusy (Tunisia)
18. dll. (Yunus, 1992 : 176)


Masa Kejatuhan
Pada tahun 1517 M, Mesir jatuh dalam kekuasaan Turki Usmani. Sultan Turki yang menjadi khalifah mengambil kebijakan ulama-ulama dan ahli perusahaan di boyong ke Istambul sebagai ibukota khilafah Turki Utsmani. Hal ini menyebabkan kemegahan Mesir berakhir. Al-Azhar sebagai pusat kegiatan ilmiah menjadi sepi.
Tentang hal ini Mahmud Yunus menulis :

“Dengan demikian Mesir dan Al-Azhar menjadi sunyi senyap dan berpindah pusat ilmu-ilmu agama dan bahasa arab ke Istambul, ibu negeri Turki pada masa itu. Tetapi perkembangan ilmu-ilmu agama dan bahasa Arab disana tidak begitu lancar jalannya. Meskipun begitu di Al-Azhar masih ada juga tinggal ulama-ulama yang tidak ditarik oleh sultan Turki, tetapi bukan ulama-ulama besar. Akhirnya mereka menjadi ulama besar juga, tetapi tidak banyak bilangannya”.
(Yunus, 1992 : 173-174).

Pada masa itu yang diajarkan di Al-Azhar hanya ilmu agama dan bahasa Arab, sedangkan ilmu-ilmu aqliyah diharamkan. Ini dapat dilihat dari kurikulum pelajaran seperti disampaikan oleh Mahmud Yunus.
Kitab-kitab pelajaran di Al-Azhar pada masa Utsmaniyah Turki (abad 18 M) adalah :

1. Al-Asymuni
2. Ibnu Aqil
3. Syaikh Khalid dan Syarahnya
4. Al-Azhariah dan Syarahnya
5. As-Syuzur
6. Syuruh Al-Jauharah
7. Al-Hudhadi
8. Syarah As-Syamsiyah al-Kubra was Shughra
9. Kitab Al-Mantiq
10. Kitab Al-Isti’arah, Ma’ani dan Al-Bayan (Yunus, 1992 : 182)

Masa Pembaharuan.
Al-Azhar mengalami banyak pembaharuan terutama pasca penyerbuan Bonaparte ke Mesir serta modernisasi yang dilakukan oleh Muhammad Ali pada permulaan abad ke-19. Para mahasiswa yang dikirim belajar ke Eropa adalah yang melaksanakan perubahan dan menyumbang pembaharuan Al-Azhar. Kebijakan pendidikan yang diprakarsai oleh Muhammad Abduh meski mendapat tentangan dari arus utama ortodoks mampu memberi dampak besar kepada pembaharuan di Al-Azhar dan bahkan ke seluruh dunia Islam. Tentang pembaharuan yang dilakukan Muhammad Abduh, Harun Nasution menyatakan :
“ Dan ke dalam Al-azhar perlu dimasukkan ilmu – ilmu modern, agar ulama-ulama Islam mengerti kebudayaan modern dan dengan demikian dapat mencari penyelesaian yang baik persoalan – persoalan yang timbul dalam zaman modern seperti ini. Mempermodern system pelajaran di Al-Azhar, menurut pendapatnya, akan mempunyai pengaruh besar dalam berkembangnya usaha-usaha pembaharuan dalam Islam. Al-Azhar, memanglah Universitas agama Islam yang dihargai dan dihormati di seluruh dunia Islam. Dari semua penjuru dunia orang pergi belajar di sana. Ulama-ulama yang dikeluarkan dari Universitas ini akan tersebar ke seluruh dunia Islam dan akan membawa ide-ide modern untuk kemajuan umat Islam. Usaha-usahanya dalam mengadakan pembaharuan di Al-Azhar terbentur pada tantangan kaum ulama konservatif yang belum dapat melihat perubahan-perubahan yang dianjurkannya……………………….. Muhammad Abduh melihat bahaya yang akan timbul dari system dualisme dalam pendidikan . system madrasah lama kan mengeluarkan ulama-ulama yang tak ada pengetahuannya tentang ilmu-ilmu modern, sedang sekolah-sekolah pemerintah akan mengeluarkan ahli-ahli yang sedikit pengetahuannya tentang agama. Dengan memasukkan ilmu-pengetahuan modern ke dalam Al-Azhar dan dengan memperkuat didikan agama di sekolah-sekolah pemerintah, jurang yang memisah golongan ulama dari golongan ahli ilmu modern akan dapat diperkecil ”. (Nasution, 1992 : 67)

Pada tahun 1805 M Muhammad Ali Pasya menguasai Mesir ia mengupayakan bangkitnya kembali Al-Azhar setelah melemah di masa Turki Utsmani. Dia mengobarkan kembali semangat tradisi ilmiah dikalangan para ulama dan pelajar. Mereka yang terpandai dikirim ke Prancis untuk belajar ilmu kedokteran, ilmu tehnik, kemiliteran dll. Kebijakan pembaharuan yang dilakukan oleh Muhammad Ali tentu saja mengundang sikap pro kontra akibat dari tindakan kontroversinya dalam beberapa hal. Tentang hal ini Mona Abaza menulis :
“ Selama permulaan abad ke -19 dengan menjadi pemilik tunggal seluruh tanah di Mesir, Muhammad Ali menyita semua tanah wakaf yang menjadi milik Al-Azhar dan dengan demikian berarti menghilangkan sumber ekonomi yang penting bagi para ulama maupun mahasiswa. Muhammad Ali mengembangkan sebuah system pendidikan moderen, dengan cara pertama-tama mengirimkan pemuda-pemuda ke Eropa untuk mempelajari ilmu-ilmu tehnik. Ia mendirikan sekolah – sekolah tehnik seperti Madrasah Al-Handassa (sekolah tehnik)………………. Dengan logika memoderenkan Mesir, tujuan dasar Muhammad Ali adalah untuk menciptakan kelas administrasi pemerintahan yang lambat laun akan menggantikan kelas ulama yang diilhami kebudayaan Mesir Islam”. (Abaza, 1999 : 17)

Jasa besar Muhammad Ali pada pembaharuan Mesir khususnya Al-Azhar adalah gerakan penerjemahan yang ia canangkan. Di balik kediktatorannya pembaharuan yang ia lakukan memiliki manfaat sangat besar utamanya dalam hal transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi dari barat ke dunia Islam. Tentang gerakan penerjemahan ini Harun Nasution menulis :
“ Penerjemahan buku-buku berjalan lancar setelah didirikan sekolah penerjemahan di tahun 1836. sekolah ini beberapa tahun kemudian diserahkan kepada pimipinan Rifa’ah al-Tahtawi, seorang ulama Azhar yang pernah balajar di Paris dan kemudian ada pengaruhnya dalam penyiaran ide-ide barat di Mesir. Di sekolah ini terdapat ahli-ahli yang tahu akan vaknya masing-masing. Usaha-usaha penerjemahanpun mulai membawa hasil yang lebih baik dalam waktu yang lebih singkat. Bagian penerjemahan di sekolah ini dibagi empat : bagian ilmu pasti, bagian ilmu kedokteran dan ilmu fisika, bagian sastra dan bagian Turki yang akhir ini bertugas menerjemahkan buku-buku pedoman militer yang akan dipakai oleh perwira-perwira Turki yang terdapat dalam angkatan perang Muhammad Ali ”. (Nasution,.1992 : 39)

Secara politik Al-Azhar memang di bawah pemerintah Mesir tetapi sebagai lembaga, ia memiliki kebijakan, administrasi serta jaringan internasional tersendiri. Pembaharuan-pembaharuan terhadap Al-Azhar telah banyak dilakukan baik oleh pemerintah Mesir maupun lembaga Al-Azhar sendiri.
Al-Azhar mengalami berbagai macam pembaharuan. Pada tahun 1872 pengajaran yang terorganisasi dan ujian-ujian ditentukan oleh sebuah dewan ulama yang ditunjuk oleh Syaikh yang menjadi rektor Al-Azhar……….dari segi perundang-undangan pada tahun 1896 dan 1911 ditetapkan standar-standar pendidikan Al-Azhar dan ditingkatkan menjadi universitas dari jami; menjadi jami’a ( jami’ adalah masjid dan jami’a ialah universitas) yang berarti bahwa pengajaran dalam masjid diubah menjadi setingkat universitas.
Terdapat undang-undang pembaharuan lainnya yang diberlakukan pada tahun 1930, 1933 dan 1936……………….(Abaza,1999 : 25)


Penutup

Pendidikan Islam dalam perkembangannya ternyata sangat dipengaruhi oleh perkembangan politik dan warna idiologi penguasa. Sejarah panjang Al-Azhar yang merupakan universitas tertua didunia menjadi bukti tak terbantah pernyataan di atas. Fase berdiri,berkembang, ditutup, bangkit kembali, jaya, stagnan, mundur sudah dialami oleh Al-Azhar. Idiologi Syi’ah dan Sunni ortodoks pernah menjadi warna dari aktivitas ilmiah yang berlangsung di Al-Azhar. Belakangan beragam idiologi semakin banyak mewarnai disebabkan beragam idiologi para dosen maupun mahasiswanya. Warna idiologi itu bisa menjadi warna tunggal, warna dominan atau bisa jadi hanya merupakan percikan kecil yang terdominasi oleh warna lain.
Lepas dari itu semua, bagaimanapun Al-Azhar telah mampu membuktikan diri sebagai lambaga pendidikan Islam yang berpengaruh kuat bagi perkembangan peradaban Islam maupun peradaban dunia.
Tentang eksistensi dan peranan Al – Azhar, Eccel menyatakan :
“ Bertahan hidup bukan sebagai fosil masa lampau, namun sebagai pusat keagamaan besar dan aktif, dan tetap merupakan lembaga paling penting di dunia sunni. Ia memberikan status organisasi, fasilitas – fasilitas pengajaran memperoleh pendapatan, peluang penerbitan dan fasilitas komunikasi lainnya bagi kepentingan beratus – ratus ulama”. (Eccel dalam Abaza, 1999 : 24)


DAFTAR PUSTAKA


Abaza, Mona, 1999, Pendidikan Islam Dan Pergeseran Orientasi, Terjemahan S. Harlinah, Cetakan I, Jakarta, Pustaka LP3ES.

Dawud, Muhammad Isa, 1996, Dajjal Akan Muncul Dari Segi Tiga Bermuda, Terjemahan Tarmana Ahmad Qosim, Cetakan I, Bandung, Pustaka Hidayah,

Hitti, Philip K., 2006, History Of The Arabs, Terjemahan R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi, Cetakan II, Jakarat, PT Serambi Ilmu Semesta.

Nasution, Harun, 1992, Pembaharuan dalam Islam, Cetakan IX, Jakarta, PT Bulan Bintang.

Yunus, Mahmud, 1992, Sejarah Pendidikan Islam, Cetakan VII, Jakarta, PT Hidakarya Agung.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS