RSS

Manarul Huda Koleksiku


Manarul Huda Koleksiku
Oleh: Muh. Zuhal Ma’ruf
Saya punya pengalaman menarik dan mengharukan terkait Majalah dari Lebanon “Manarul Huda”, majalah berbahasa arab yang diterbitkan oleh Jam’iyyatul Masyari’, sebuah Organisasi Islam di Lebanon yang consent pada dakwah Islam Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, Asy’ariyah Maturidiyah, Aqidah mayoritas masyarakat muslim dunia, sejak zaman Rasul hingga berakhirnya dunia. Saya mendapatkan majalah-majalah tersebut secara gratis dari Akhina Dimyati Fanani dan Badrus Shofa, dua sahabat saya ketika nyantri di PP. Lirboyo Kediri. Keduanya memperoleh dari kantor SYAHAMAH Jakarta. Meski dari wujud dhahirnya majalah-majalah tersebut tidaklah baru, beberapa malah dengan kondisi memprihatinkan, bagi saya ia adalah koleksi tak ternilai harganya. Sebab dari sana saya memperoleh hujjah-hujjah tak terpatahkan terkait persoalan Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jamaah. Dua kali saya mengalami kejadian unik yang membuat merinding  haru suasana batin saya.
1.       Masalah Ruqyah.
Kejadian ini terkait dengan pembelajaran di tempat saya bertugas, MAN Nglawak Kertosono Nganjuk, dimana memang memiliki hubungan historis dengan PP. Miftahul ‘Ula. Di samping itu sebagian siswa MAN juga mondok di Pesantren yang berdiri pada tahun 1940 tersebut. Lebih dari dua minggu saya dicerca pertanyaan seputar hukum Ruqyah. Ada yang melalui SMS, adapula yang menanyakan langsung ketika saya mengajar. Hampir di semua kelas yang saya masuki saya ditanya masalah tersebut. Waktu itu memang lagi ramai-ramainya Ruqyah digalakkan oleh sebuah Partai Islam di negeri ini. Malah ada setasiun TV yang menyiarkannya dalam bentuk acara semacam Reality Show. Setelah saya usut ternyata kegiatan mengusir anasir negative dari diri kita dengan pembacaan ayat-ayat Al Qur’an itu dipraktekkan oleh beberapa santriwati PP. Miftahul Ula dengan cara menyetel kaset tanpa didampingi seorang praktisi yang ahli. Ternyata efek yang ditimbulkan beragam, ada yang muntah-muntah, kejang-kejang ataupun teriak-teriak histeris. Hal itulah yang mendorong mereka menanyakan masalah itu kepada saya. Dicerca banyak pertanyaan seputar Ruqyah saya tidak bisa menjawab. Selama nyantri saya belum pernah mengaji tentang hal ini. Bahkan mendengar kata “Ruqyah”pun juga dari pertanyaan anak-anak tadi. Saya hanya bisa menjawab:”Jika tidak didampingi oleh orang yang ahli, sebaiknya tidak usah dilakukan”, jawaban tak memuaskan bahkan bagi diri saya sendiri. Lebih dari dua minggu saya tidak tenang ketika masuk dalam kelas. Setahu saya tidak ada bab fiqh yang membahas masalah ini. Sementara kala itu saya belum mengenal Internet. Hingga suatu hari sepulang mengajar, dengan kondisi belum ganti pakaian, hanya sepatu dan baju yang sudah saya lepas, celana dan kaos dalam masih yang saya pakai sejak tadi pagi, saya menghampiri rak buku saya dan mengambil salah satu edisi Manarul Huda, saya membuka halaman dengan acak. Allahu Akbar… secara tak sengaja halaman tersebut  berisi pembahasan seputar Ruqyah. Dimana hal itu ternyata diperbolehkan dalam Islam. Bahkan seingat saya juga dijelaskan bahwa Rasulullah juga pernah diruqyah oleh Jibril. Subhanallah… hati saya bergetar, terimakasih Gusti. Saat itu saya berfikir,”Majalah ini bukan sembarangan”. Bagaimana bisa, tak biasanya sepulang ngajar langsung ambil bacaan. Bagaimana bisa, dari banyak jenis buku saya ambil Manarul Huda. Bagaimana bisa, dari  banyak edisi saya mengambil tepat edisi yang membahas masalah Ruqyah. Dan bagaimana bisa, dari banyak halaman, saya pertama kali membuka halaman yang membahas Ruqyah, padahal ia berada di kelompok paroh kedua halaman yang ada. Allahu Akbar.

2.       Ganasnya Rayap.
Berapa jumlah edisi Manarul Huda koleksi saya, saya tak pernah menghitungnya. Hanya di saat-saat luang waktu, saya ambil satu dan kemudian membuka lampiran yang ada untuk memilih tema-tema yang saya anggap menarik. Manarul Huda-lah yang banyak memberi jawaban persoalan aqidah yang sering muncul pada diri saya. Sebagai seorang pengajar agama saya sering mendapat pertanyaan-pertanyaan yang cenderung sebagai gugatan terhadap Aqidah dan Amaliyah yang sudah menjadi tradisi masyarakat kita. Isu-isu seputar bid’ah, gugatan terhadap madzhab, anti ta’wil dan sebagainya memang semakin marak belakangan ini seiring maraknya gerakan puritanis dan fundamentalis.
Yang jelas sampai pada kejadian “ganasnya rayap” saya tidak pernah tahu jumlah edisi Manarul Huda yang saya koleksi. Satu edisi memang saya berikan Paman Isteri karena kebetulan saya punya dobel.
Kejadian dimaksud terjadi dua kali. Kejadian pertama: Suatu hari saya lihat kertas-kertas lampiran yang terdiri dari undangan sidang dari MAN, STAIM dan beberapa kwitansi yang saya letakkan di rak bagian atas digerogoti rayap. Begitu saya membuka bagian yang lain ternyata kondisinya lebih parah. Buku, fotokopi berkas-berkas penting, piagam dan lainnya yang tidak di laminating telah juga digerogoti. Yang aneh adalah tumpukan koleksi Manarul Huda saya masih utuh. Padahal tidak saya bungkus plastic, sedangkan tumpukan buku di sebelahnya telah digerogoti, rata-rata pada bagian tepinya. Rak kayu tersebut akhirnya saya bersihkan, saya semprot dengan minyak tanah, rayap yang masih hidup saya bunuh, tanah bekas rumah rayap saya sapu, pokoknya beberapa upaya telah saya tempuh untuk memusnahkannya. Pada map plastic berisi berkas-berkas sangat penting juga mulai terdapat tanah rumah rayap, walaupun hanya belasan rayap yang sudah mulai masuk ke dalam plastic. Dengan jengkel rayap tersebut saya bunuh dengan menekan plastic dengan dua jari tepat pada rayap. Begitu selesai membersihkan rak, buku, berkas dan lainnya saya kembalikan. Berkas-berkas terpenting sengaja saya masukkan ke dalam map plastic.
Antara tiga minggu hingga satu bulan, kejadian “ganasnya rayap” terulang lagi, bahkan kali ini kerusakan yang ditimbulkan lebih parah. Sebagai gambaran: rekening haji, bukti jatah kursi haji, kartu nikah dan berkas-berkas penting lain yang saya masukkan semacam amplop plastic digerogoti rayap juga. Padahal sehabis saya masukkan, amplop plastic tadi saya masukkan pada salah satu ruang fail yang ada di map arsip. Adanya lubang kecil di pojok amplop platik rupanya dimanfaatkan oleh rayap untuk jalan masuk. Saya memiliki beberapa map arsip berujud mirip album foto, karena difungsikan menyimpan berkas maka ukurannya lebih lebar, yah sekira berkas ukuran folio bisa masuk. Dari beberapa map arsip ada satu yang istimewa, bersampul plastic juga sebenarnya, hanya teksturnya mirip kulit ular. Harganya memang lebih mahal. Map plastic istimewa ini saya gunakan menyimpan arsip-arsip terpenting, seperti ijazah, sertifikat, dokumen yayasan, piagam dan juga amplop plastic berisi rekening haji dan lainnya tadi. Saya sangat geram, bagaimana bisa dokumen penting, koleksi buku dan kitab saya digerogoti rayap sedemikian rupa untuk kali yang kedua dengan jarak waktu dengan kejadian pertama tak lebih dari satu bulan, bahkan dengan kondisi lebih parah. Di tengah kegeraman dan amarah entah pada siapa, saya menyaksikan keanehan lagi, koleksi “Manarul Huda” saya tetap utuh seakan tak tersentuh, padahal beberapa kitab dan tumpukan buku yang ada di sampingnya digerogoti dengan tingkat kerusakan beragam. Allahu akbar….
Pengalaman lebih menakjubkan terjadi pada malamnya. Tumpukan Manarul Huda yang siang tadi selamat dari ganasnya rayap dan saya “evakuasi sementara” ke meja ruang tamu menjadi hampiran pertama sepulang saya ngaji di Sedan Kemlokolegi Baron, tugas harian warisan orangtua yang sayangnya belakangan ini sering saya tinggalkan karena kesibukan dan kondisi kesehatan. Melihat tumpukan Manarul Huda di meja, muncul ide untuk menyimpan koleksi tak ternilai ini di map plastic istimewa yang siang tadi telah saya bersihkan dari bekas rumah rayap. Saya ambil map itimewa dan saya masukkan satu persatu Manarul Huda ke dalam ruang fail. Di awal-awal upaya memasukkan tidak ada pikiran tentang jumlah Manarul Huda maupun ruang fail yang ada pada map istimewa, bahkan hingga detik itu jumlah kedua hal di atas belum saya ketahui. Pada sekitar tiga per empat jumlah majalah, mulai timbul pikiran aneh, pikiran muncul karena khawatir jumlah ruang fail kurang dari jumlah majalah. Saya lihat jumlah majalah tinggal sekitar empat. Sengaja saya tidak menghitung jumlah yang tersisa dari ruang fail, karena toh pada akhirnya akan tahu juga. Tiba-tiba saya ingat kejadian siang tadi dan juga peristiwa sekitar sebulan yang lalu di mana koleksi majalah Manarul Huda saya selamat dari ganasnya rayap. Ya Allah… jangan-jangan ini nanti jumlah ruang fail tepat benar dengan jumlah majalah. Jika demikian alangkah hebatnya yang terjadi hari ini. Hati saya bergetar, badan saya agak menggigil, sambil kedua tangan saya tetap bekerja memasukkan majalah pada ruang fail, satu persatu, dan tanda-tanda kesesuaian jumlah ruang fail dengan jumlah majalah semakin nyata. Sembari mengambil majalah terakhir di meja saya melihat plastic terakhir dari ruang fail di map istimewa. Hati saya berdegub semakin kencang. Allahu akbar… benar adanya, jumlahnya sama.
Keajaiban belum berakhir di sini, justru puncak keajaiban terjadi pada peristiwa berikutnya. Yaitu ketika saya ingin mengetahui jumlah majalah “Manarul Huda” yang saya koleksi. Saya mulai menghitung dengan membalik satu per satu plastic ruang fail yang sudah berisi majalah, pada hitungan belasan (tepatnya saya lupa), saya menemukan satu plastic ruang fail kosong dalam kondisi kusut mengerut, ini menyebabkan tadi terlewatkan tidak terisi, plastic saya luruskan, dan sayapun melanjutkan menghitung, akhirnya hitungan berhenti di angka Sembilan belas. Saya kembali ke plastic ruang fail yang kosong, saya luruskan dengan tangan agar jadi rapi kembali. Sembari demikian saya berfikir, mestinya masih ada satu lagi majalah “Manarul Huda” yang saya punya agar keajaiban hari ini benar-benar sempurna, saya melihat ke meja, kursi dan lantai ruang tamu, mungkin satu edisi terdapat di sana. Tapi satu edisi tersebut tidak saya dapati. Saya  belum berhenti berharap, jangan-jangan satu edisi tersebut tidak ikut “proses evakuasi”, saya kembali ke lokasi rak di ruang belakang. Buku, berkas, tumpukan kertas masih berserakan di sana. Saya bersegera mencari dengan menyisir tumpukan buku, kitab dan kertas lainnya. Allahu akbar, lisan saya bergumam dan tubuh saya menggigil ketika di antara tumpukan buku dan lainnya kudapati satu edisi majalah “Manarul Huda”. Saya cium majalah tersebut sambil bergegas ke ruang tamu untuk memasukkannya pada plastic ruang fail yang tersisa satu di map istimewa. Saat itulah baru kuketahui koleksi Manarul Huda saya adalah duapuluh, sama dengan jumlah plastic ruang fail di map istimewa bertekstur kulit ular. Subhanallah…, saya berfikir: Nampaknya Allah membimbing saya untuk tetap istiqomah pada Aqidah Ahlus Sunnah, di tengah maraknya beragam faham dan Aqidah yang tak jelas jluntrungnya.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS